Rabu, 19 Desember 2012

osteoartritis


OSTEOARTRITIS (OA)
Definisi Osteoartritis
            Penyakit Sendi Degeneratif (osteoartritis) adalah penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan penyebabnya belum diketahui (Kalim, IPD, 2006). Atau gangguan pada sendi yang bergerak (Price, 2006). Osteoarthritis adalah salah satu jenis dari keluarga besar penyakit arthritis yang paling sering terjadi. Sering disebut juga degeneratif osteoarthritis atau hipertropic OA. OA merupakan radang sendi yang bersifat kronis dan progresif disertai kerusakan tulang rawan sendi berupa integrasi (pecah) dan perlunakan progresif permukaan sendi dengan pertumbuhan tulang rawan sendi (osteofit) di tepi tulang.

Etiologi
Sampai saat ini etiologi yang pasti dari osteoartritis ini belum diketahui dengan jelas, ternyata tidak ada satu faktor pun yang  jelas sebagai proses destruksi rawan sendi, akan tetapi beberapa faktor predoposisi terjadinya OA telah diketahui. Faktor resiko yang berperan pada osteoarthritis dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu :
(1)   faktor predoposisi umum, antara lain umur, jenis kelamin, kegemukan, hipermobilitas, merokok, hormoral, dan penyakit rematik lainnya.
(2)    faktor mekanik, antara lain trauma, bentuk sendi, penggunaan sendi yang berlebihan oleh karena pekerjaan atau aktivitas dan kurang gerak.

Faktor Resiko
Menurut Sidartha presdisposisi etiologi dari osteoartritis sebagai berikut:
Usia diatas 50 tahun.
Usia semakin tua semakin menurun kualitas kartilago persendian. Kartilago sebagai  bantalan penahan tekanan semakin tua semakin berkurang elastisitasnya, sehingga akan mengakibatkan gangguan fungsi.
 
Wanita  lebih banyak dari pada laki-laki ( Parjoto, 2000)
Kegemukan, penyakit metabolic
Pada keadaan normal berat badan akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral sehingga resultan gaya akan melewati bagian tengah sendi lutut. Pada obesitas resultan gaya akan bergeser ke medial sehingga beban gaya yang akan diterima sendi lutut tidak seimbang. Perubahan degeneratif pada lutut lebih banyak ditemui pada penderita diabetus mellitus.
Untuk menentukan obesitas tersebut dapat dicari dengan menggunakan rumus Body Mass Indeks(BMI) sebagai berikut :
BMI = Berat Badan (Kg) / Tinggi Badan (m)².Menurut Hudaya (2002), kriteria penilaian BMI dapat dilihat dari Kriteria Penilaian Body Mass Indeks
a.        Normal
Pria      : 20-25
Wanita : 19-24
b.      Underweight Kurang dari 30
c.       Obesitas Lebih dari 30
Riwayat immobilisasi
Riwayat trauma atau radang di persendian sebelumnya.
Trauma langsung atau tidak langsung (trauma kecil-kecil yang dialami sepanjang masa menjelang tua) mengakibatkan rusaknya katilago persendi
Adanya stress pada sendi yang berkepanjangan,misalnya pada olahragawan.
Pekerjaan yang banyak membebani sendi lutut akan mempunyai resiko terserang OA lebih besar.
Adanya kristal pada cairan sendi atau tulang .
Densitas tulang yang tinggi
Neurophaty perifer
Faktor lainnya : ras, keturunan dan metabolik.
Menopause > 50 Thn
Genetik (Kelainan pertumbuhan)

Manifestasi Klinis OA
1.      Persendian terasa kaku dan nyeri apabila digerakkan. Pada mulanya hanya terjadi pagi hari, tetapi apabila dibiarkan akan bertambah buruk dan menimbulkan rasa sakit setiap melakukan gerakan tertentu, terutama pada waktu menopang berat badan, namun bisa membaik bila diistirahatkan. Pada beberapa penderita, nyeri sendi dapat timbul setelah istirahat lama, misalnya duduk di kursi atau di jok mobil dalam perjalanan jauh. Terkadang juga dirasakan setelah bangun tidur di pagi hari.
2.      Adanya pembengkakan/peradangan pada persendian (Heberden’s dan Bouchard’s nodes)
Persendian yang sakit berwarna kemerah-merahan.

3.      Kelelahan yang menyertai rasa sakit pada persendian
4.      Kesulitan menggunakan persendian
5.      Bunyi pada setiap persendian (crepitus).
6.      Gejala ini tidak menimbulkan rasa nyeri, hanya rasa tidak nyaman pada setiap persendian (umumnya lutut)
7.      Perubahan bentuk tulang. Ini akibat jaringan tulang rawan yang semakin rusak, tulang mulai berubah bentuk dan meradang, menimbulkan rasa sakit yang amat sangat.

Patofisiologi Kartilago hyaline (jaringan rawan sendi)
Kartilago hyaline adalah jaringan elastis yang 95 persen terdiri dari air dan matrik ekstra selular, 5 persen sel kondrosit. Fungsinya sebagai penyangga atau shock breaker, juga sebagai pelumas, sehingga tidak menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi. Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang akan bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah. Pada permukaan sendi yang sudah aus terjadilah pengapuran. Yaitu tumbuhnya tulang baru yang merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menjadikan sendi kembali stabil, tapi hal ini justru membuat sendi kaku. Sendi yang sering menjadi sasaran penyakit ini adalah sendi yang sering digunakan sebagai penopang tubuh seperti lutut, tulang belakang, panggul, dan juga pada sendi tangan/kaki. Jika tidak diobati sakit akan bertambah dan tidak bisa berjalan. Selain itu, tulang bisa mengalami perubahan bentuk atau deformity bersifat permanen. Bengkok pada kaki bisa ke dalam maupun keluar. Dampak kelainan ini muncul perlahan 10 tahun kemudian.





Patogenesis osteoartritis
Konsep lama menyebutkan adanya proses pakai dan aus (wear and tear), sehingga terlihat pengikisan atau penipisan rawan sendi. Ternyata hal tersebut tidak dapat diterapkan sepenuhnya, karena beberapa hal yang menjadi hambatan diantaranya adalah terdapatnya proses OA pada persendian yang tidak banyak mengalami proses pembebanan biomekanik, tidak dapat menjelas-kan proses kronisitas OA. Banyak penelitian yang mencoba mengungkapkan ketidakcocokkan teori lama tersebut, yaitu dijumpainya perbedaan antara rawan sendi pada penyakit OA dan proses penuaan (aging process), serta OA dapat diinduksi pada percobaan hewan yang distimu-lasi menggunakan zat kimia atau trauma buatan.
Sentral dari proses OA tersebut sebenarnya terdapat pada khondrosit yang merupakan satu-satunya sel hidup yang ada di dalam rawan sendi. Gangguan pada fungsi khondrosit itulah yang akan memicu proses patogenik OA.
Khondrosit akan mensintesis berbagai kom-ponen yang diperlukan dalam pembentukan ra-wan sendi, seperti proteoglikan, kolagen dan se-bagainya. Disamping itu ia akan memelihara keberadaan komponen dalam matriks arawan sendi melalui mekanisme turn over yang begitu dinamis. Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi rawan sendi. Gangguan keseimbang-an ini yang pada umumnya berupa peningkatan proses degradasi, akan menandai penipisan rawan sendi dan selanjutnya kerusakan rawan sendi yang berfungsi sebagai bantalan redan kejut. Apakah sintesis matriks rawan sendi ini tidak terjadi ? Tidak, sintesis matriks rawan sendi tetap ada terutama pada awal proses patologik OA, namun kualitas matriks rawan sendi yang terbentuk tidak baik. Pada proses akhir kerusak-an rawan sendi, memang sintesis yang buruk tadi tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang cepat. Hal ini terlihat dari merosotnya produksi proteoglikan yang menandai menurun-nya fungsi khondrosit. 
Khondrosit yang merupakan aktor tunggal pada proses ini akan dipengaruhi oleh faktor anabolik dan katabolik dalam mempertahankan keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor katabolik utama diperankan oleh sitokin ) yanga (TNFaInter-leukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis factor  dikeluarkan oleh sel lain di dalam sendi. Sedangkan faktor anabolik ) dan insulin-likeb(TGFbdiperankan oleh transforming growth factor  growth factor-1 (IGF-1). 
Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami fibro-sis serta distorsi. Sinovium mengalami keradang-an dan akan memicu terjadinya efusi serta pro-ses keradangan kronik sendi yang terkena. Per-mukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak jawaban tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak.

Teori anabolisme dan katabolisme diperkuat dengan low synthesis dan high degradation cartilage dapat menerangkan terjadinya OA. Marker untuk sintesis/anabolisme kartilago yaitu collagen type II A meningkat di sendi OA pada stadium dini tapi menurun di serum; sedangkan Type II C telopeptide merupakan marker degradasi / katabolisme.

Perubahan - perubahan yang terjadi pada OA adalah sebagai berikut:
a.      Degradasi Tulang rawan.
Perubahan yang mencolok pada OA  terjadi pada stadium awal, tulang rawan lebih tebal daripada normal, tetapi seiring dengan perkembangan OA permukaan sendi menipis, tulang rawan melunak, integritas permukaan terputus dan terbentuk celah vertikal (fibrilasi). Dapat terbentuk ulkus kartilago dalam yang meluas ke tulang, dapat timbul daerah perbaikan fibrokartilaginosa, tetapi mutu jaringan perbaikan lebih rendah daripada kartilago hialin  asli, dalam kemampuannya menahan stres mekanik. Semua kartilago secara metabolis aktif, dan kondrosit melakukan replikasi, membentuk kelompok (klon). Namun, kemudian kartilago menjadi hiposeluler. Proses degradasi yang timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara regenerasi (reparasi) dengan degenerasi rawan sendi melalui beberapa tahap yaitu fibrilasi, pelunakan, perpecahan dan pengelupasan lapisan rawan sendi. Proses ini dapat berlangsung cepat atau lambat. Yang cepat dalam waktu 10–15 tahun, sedang yang lambat 20 – 30 tahun. Akhirnya permukaan sendi menjadi botak tanpa lapisan rawan sendi .
b.      Osteofit Bersama timbulnya dengan degenerasi tulang rawan, timbul reparasi.
Reparasi berupa pembentukan osteofit di tulang subkondral.
c.        Sklerosis subkondral
Pada tulang subkondral terjadi reparasi berupa sclerosis (pemadatan/penguatan tulang tepat di bawah lapisan rawan yang mulai rusak).
d.      Sinovitis
Sinovitis adalah inflamasi dari sinovium dan terjadi akibat proses sekunder degenerasi dan fragmentasi. Matriks rawan sendi yang putus terdiri dari kondrosit yang menyimpan proteoglycan yang bersifat immunogenik dan dapat mengaktivasi leukosit. Sinovitis dapat meningkatkan cairan sendi. Cairan lutut yang mengandung bermacam-macam enzim akan tertekan ke dalam celah-celah rawan. Ini mempercepat proses pengerusakan rawan. Pada tahap lanjut terjadi tekanan tinggi dari cairan sendi terhadap permukaan sendi yang botak. Cairan ini akan didesak ke dalam celah-celah tulang subkondral dan akan menimbulkan kantong yang disebut kista subkondral .

Klasifikasi OA
Berdasarkan kriteria A.R.A (American Rheumaticam Associaton)
1. Primer (Idiopatik)
 Adalah tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan osteoarthritis. Penyebab tidak diketahui, dialami setelah usia 45 tahun, tidak diketahui penyebab secara pasti, menyerang perlahan tapi pasti, dan dapat mengenai banyak sendi. Biasanya mengenai sendi lutut dan panggul, bisa juga sendi lain seperti punggung dan jari-jari.

2. Sekunder
Dialami sebelum usia 45 tahun, penyebab trauma (instability) yang menyebabkan luka pada sendi (misalnya patah tulang atau permukaan sendi tidak sejajar), akibat sendi yang longgar dan pembedahan pada sendi. Penyebab lain adalah faktor genetik dan penyakit metabolik.
DIAGNOSIS
  1. Anamnese
Pola pertanyaan yang diajukan  ketika Anamnese dengan pasien, yaitu:
·         Onset ( Akut atau Gradual )
·         Location ( Lokasi )
·         Pola (Intermittent atau terus menerus)
·         Frequensi: setiap hari, per minggu atau per bulan
·         Durasi (Duration) : menit atau beberapa jam
·         Progression :semakin memburuk atau semakin membaik dibandingkan dengan sebelumnya
·         Severity ( Tingkat keparahan ) : ringan, sedang dan berat
·         Karakter ( Nyeri bersifat tajam, tumpul atau aching (sakit )
·         Radiation (Penyebaran)
·         Precipitating dan relieving factors (Faktor-faktor yang memperberat dan faktor-faktor yang mengurangi gejala)
Contohnya: Apakah ada menggunakan pengobatan sebelumya )
·         Systemic symptom (gejala-gejala sistemik, al; demam, malaise, anoreksia, penurunan berat badan)

  1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap penting di lakukan. Disamping menilai adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatian juga hal –hal berikut ini :
1.      Keadaan umum – komplikasi steroid, berat badan.
  1. Tangan – meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan.
  2. Lengan – siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe aksila.
  3. Wajah. Periksa mata untuk sindroma Sjorgen, skleritis, episkleritis, skleromalasia perforans, katarak, anemia dan tanda – tanda hiperviskositas pada fundus. Kelenjar parotis membesar. Mulut (kering, karies dentis, ulkus), suara serak, sendi temporomandibula ( krepitus ). Catatan : artritis rematoid tidak menyebabkan iritasi.
  4. Leher – adanya tanda – tanda terkenanya tulang servikal.
  5. Toraks. Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup aorta dan mitral ). Paru – paru (adanya efusi pleural, fibrosis, nodul infark, sindroma Caplan).
  6. Abdomen – adanya splenomegali dan nyeri tekan apigastrik.
  7. Panggul dan lutut.
  8. Tungkai bawah – adanya ulkus, pembengkakan betis (kista Baker yang reptur) neuropati, mononeuritis  multipleks dan tanda – tanda kompresi medulla spinalis.
  9. Urinalisis untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk menentukan adanya darah.


  1. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium darah tepi, imunologi dan cairan sendi umumnya tidak ada kelainan, kecuali osteoarthritis yang disertai peradangan.pada pemerikasaan radiology didapatkan penyempitan rongga sendi disertai sclerosis tepi persendian. Mungkin terjadi deformitas, osteoarthritis atau pembentukan kista juksta artikular. Kadang-kadang tampak gambaran taji (spur formation), liping pada tepi-tepi tulang, dan adanya tulang-tulang yang lepas.
  1. Pemeriksaan darah tepi
Terjadi peningkatan lekosit dengan predominan neutrofil segmental, peningkatan laju endap darah dan C-reactive Protein (CRP). Tes ini tidak spesifik tapi sering digunakan sebagai petanda tambahan dalam diagnosis khususnya pada kecurigaan artritis septik pada sendi. Kultur darah memberikan hasil yang positif pada 50-70% kasus.
  1. Pemeriksaan cairan sendi
Aspirasi cairan sendi harus dilakukan segera bila kecurigaan terhadap artritis septik, bila sulit dijangkau seperti pada sendi panggul dan bahu maka gunakan alat pemandu radiologi. Cairan sendi tampak keruh, atau purulen, leukosit cairan sendi lebih dari 50.000 sel/mm3 predominan PMN, sering mencapai 75%-80%. Pada penderita dengan malignansi, mendapatkan terapi kortikosteroid, dan pemakai obat suntik sering dengan leukosit kurang dari 30.000 sel/mm3. Leukosit cairan sendi yang lebih dari 50.000 sel/mm3 juga terjadi pada inflamasi akibat penumpukan kristal atau inflamasi lainnya seperti artritis rheumatoid. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan cairan sendi dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi untuk mencari adanya kristal. Ditemukannya kristal pada cairan sendi juga tidak menyingkirkan adanya arthritis septik yang terjadi bersamaan. Pengecatan gram cairan sinovial harus dilakukan, dan menunjukkan hasil positif pada 75% kasus arthritis positif kultur stafilokokus dan 50% pada artritis positif kultur basil gram negatif. Pengecatan gram ini dapat menuntun dalam terapi antibiotika awal sambil menunggu hasil kultur dan tes sensitivitas. Kultur cairan sendi dilakukan terhadap kuman aerobik, anaerobik, dan bila ada indikasi untuk jamur dan mikobakterium. Kultur cairan sinovial positif pada 90% pada artritis septic nongonokokal.

  1. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan Polymerase chain reaction (PCR) bakteri dapat mendeteksi adanya asam nukleat bakteri dalam jumlah kecil dengan sensitifitas dan spesifisitas hampir 100%. Beberapa keuntungan menggunakan PCR dalam mendeteksi adanya infeksi antara lain :
1. mendeteksi bakteri dengan cepat,
2. dapat mendeteksi bakteri yang mengalamipertumbuhan lambat,
3. mendeteksi bakteri yang tidak dapat dikultur,
4. mendeteksi bakteri pada pasien yang sedang mendapatkan terapi,
5. mengidentifikasi bakteri baru sebagai penyebab.
Tapi PCR juga mengalami kelemahan yaitu hasil positif palsu bila bahan maupun reagen yang mengalami kontaminasi selama proses pemeriksaan.
  1. Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi pada hari pertama biasanya menunjukkan gambaran normal atau adanya kelainan sendi yang mendasari. Penemuan awal berupa pembengkakan kapsul sendi dan jaringan lunak sendi yang terkena, pergeseran bantalan lemak, dan pelebaran ruang sendi. Osteoporosis periartikular terjadi pada minggu pertama artritis septik. Dalam 7 sampai 14 hari, penyempitan ruang sendi difus dan erosi karena destruksi Diagnosis dan Penatalaksanaan Artritis Septik I Wayan Darya. Tjokorda Raka Putra 50 kartilago. Pada stadium lanjut yang tidak mendapatkan terapi adekuat, gambaran radiologi nampak destruksi sendi, osteomyelitis ankilosis, kalsifikasi jaringan periartikular, atau hilangnya tulang subkondral diikuti dengan sklerosis reaktif. Pemeriksaan USG dapat memperlihatkan adanya kelainan baik intra maupun ekstra artikular yang tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi. Sangat sensitive untuk mendeteksi adanya efusi sendi minimal (1-2 mL), termasuk sendi-sendi yang dalam seperti pada sendi panggul. Cairan sinovial yang hiperekoik dan penebalan kapsul sendi merupakan gambaran karakteristik arthritis septik. Pemeriksaan lain yang digunakan pada arthritis septik dimana sendi sulit dievaluasi secara klinik atau untuk menentukan luasnya tulang dan jaringan mengalami infeksi yaitu mengunakan CT, MRI , atau radio nuklead.
746f411
Diagnosis Banding

1.      Rheumatoid Artritis

2.      Artritis Gout


Penatalaksanaan
Terapi  Obat
1.      Salisilat dosis rendah 4 – 6 x 500 miligram sehari (hati-hati efek samping tinitus)
2.      Obat NSAIDs lainnya, seperti parasetamol, dihydrocodein, dan dextropropoxyphene
3.      Jika nyeri hebat mungkin terdapat inflamasi sehingga perlu diberikan analgetik antiinflamasi nonsteroid, seperti aspirin dosis tinggi 5 gram sehari, indometasin 3 – 4 x 25 mg sehari, fenibutason 3 – 4 x 100 mg sehari, asam mefenamat, flufenamik ibuprofen, ketoprofen, atau naproksen. Dapat juga diberikan suntikan steroid intraartikuler, maksimal 5 kali dalam setahun, dengan jarak pemberian 2 – 4 minggu untuk menghindari kemungkinan menambah destruksi tulang rawan. Kortikosteroid jangan diberikan bila terdapat infeksi atau sendi tidak stabil. Bila suntikan menimbulkan kista inflmasi, berikan fenilbutason 4 x 200 mg selama 2 hari.

4.      Pemberian kortikosteroid secara oral atau sistemik merupakan kontraindikasi pada penderita dengan penyakit sendi degeneratif, sebab tulang akan semakin keropos.
Terapi non obat
1.      Istirahat dan menghindari trauma yang berulang
2.      Alat bantu sendi dan alat bantu jalan
3.      Mengurangi diet, jika penderitanya gemuk
4.      Fisioterapi: olahraga yang tepat (termasuk peregangan dan penguatan) akan membantu mempertahankan kesehatan tulang rawan, meningkatkan daya gerak sendi dan kekuatan otot-otot  disekitarnya sehingga otot menyerap benturan dengan lebih baik. Dianjurkan untuk menggunakan kursi dengan sandaran yang keras, kasur yang tidak terlalu lembek, dan tempat tidur yang dialasi papan. Untuk osteoartritis pada tulang, dilakukan olahraga khusus, dan jika penyakitnya berat, bisa digunakan penopang punggung. Tetap melakukan kegiatan dan pekerjaan sehari-hari, sangatlah penting.
5.      Terapi fisik: Terapi fisik yang sering dilakukan adalah dengan pemanasan. Untuk nyeri pada jari tangan dianjurkan meredam tangan dalam campuran parafin panas dengan minyak mineral pada suhu 47,8 - 52˚ Celsius atau mandi dengan air hangat. Pemijatan oleh tenaga terlatih, traksi (penarik) dan terapi pemanasan dalam dengan diatermi atau ultrasonik bisa dilakukan pada osteoartritis di leher.

a)      Suplemen dan sayuran
·         Jus sayuran : Jus seledri, kubis dan wortel untuk mengurangi gejala artritis rematoid.
·         Vitamin C :Menghindari iritasi pada lambung supaya efek terapinya lebih lama.
·         Ikan dan minyak ikan :Kapsul minyak ikan yang mengandung asam lemak omega-3, yang dapat menghilangkan nyeri dan pembengkakan pada smeua jenis artritis. Selain itu,minyak ikan kod kaya akan vitamin D yang memebantu membangun tulang, dan vitamin A yang membantu melawan peradangan.
·         Vitamin B3 ( Niasinamid) : 500mg vitamin B3 sehari membantu memperbaiki mobilitas sendi
·         Vitamin B5( asam pantotenat) : Dapat mengurangi nyeri dan peradangan pada artritis. Vitaamin ini juga mmebantu tubuh membuat substansi yang berguna bagi pembentukkan jaringan ikat yang memperkuat sendi.
·         Multivitamin : Mempunyai sifat antiinflamasi dan antioksidan yang bermanfaat pada pengobatan artritis .
·         Melatonin : Melatonin kaya akan vitamin E yang efektif untuk semua jenis artritis.
·         Pycnogenol : Terdapat pada biji anggur dan kulit pohon pinus. Efek antioksidannya 50 kali lebih kuat dibanding dengan vitamin E. Juga membantu sendi yang terkena artritis berefek menghilangkan racun dan memperkuat sistem kekebalan tubuh.

b)     Herbal
·         Jahe dan Kunyit : bahan antiinflamasi yang sangat baik serta dapat mengurangi nyeri dan sendi. Jahe juga  mepunyai efek pelindung lambung dan baik bagi pencernaan.
·         Hot chili peppers  dan cayenne pepper: berefek mengurangi peradangan pada artritis ,mengurangi pembengkakan danmenghilangkan nyeri.
·         Aloe Vera: meningkatkan sistem kekebalan dan merupakan antiinflamasi yang sangat kuat. Daun lidah buaya  mengandung asam salisilat dan magnesium yang berfungsi melawan artritis. AloeVera juga mengandung vitamin C dan selenium dalam konsentrasi yang cukup tinggi, serta antioksidan yang dapat membantu mencegah dan menyembuhkan penyakit kronis seperti artritis.
·         Rosemary:Berfungsi mirip aspirin , tetapi aman bekerja sebagai anti inflamasi untuksemua jenis artritis.
·         Minyak juniper :Menghilangkan bengkaka pada sendi.

c)      Panas dan dingin
·         Cara terapi panas pada rematik adalah untuk meningkatkan aliran darah ke darah sendi yang terserang.Cara menggunakan air panas bisa dengan handuk hangat atau kantong panas yang ditempelkan pada sendi yang meradang atau dapat juga dengan mandi atau berendam di dalam air panas .
·         Terapi dingin bertujuan untuk mengurangi nyeri ,peradangan serta kaku atau kejang otot. Cara terapi dingin adalah dengan menggunakan kantong dingin ,semprotan dingin .


d)     Olahraga dan istirahat
·         Latihan dan olahraga yang dianjurkan adalah :
1)      Range of motion exercise : Merupakan latihan fisik yang membantu menjaga pergerakkan normal sendi , memelihara atau meningkatkan fleksibilitas dan menghilangkan kekauan sendi.
2)      Strengthening exercise : Untuk memelihara atau meningkatkan kekuatan otot. Otot yang kuat membantu dan menjaga sendi yang terserang penyakit rematik
3)      Aerobic atau endurance exercise : Untuk meningkatkan kesehatan pembuluh darah jantung ( cardiovascular) , membantu menjaga berat badan ideal dan memperbaiki kesehatan secara menyeluruh . Penelitian menunjukkan bahwa latihan aerobik dapat mengurangi inflamasi di beberapa sendi.

e)      Fisioterap dan relaksasi
·         Dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan memperbaiki kekauan pada sendi yang terserang rematik. Terapi jenis ini dilakukan dengan hati-hati seperti menarik secara lembut dan terus menerus ada otot yang kaku, pemijatan dan manipulasi dengan mengguakan kedua tangan untuk memperbaiki pergerkkan sendi yang kaku.
·         Relaksasi progresif membantu mengurangi nyeri dengan melakukan geakan yang melemaskan otot yang tegang. Pada relaksasi progresif , gerakan yang dilakukan adalah pada satu saat mengencangkan kumpulan otot tertentu , kemudian secara perlahan melemaskannya dan merelaksasikannya.




f)       Terapi bedah
·         Terapi bedah terkadang diperlukan untuk memperbaiki kerusakan sendi setelah trauma. Dalam kasus rematik yang parah , pembedahan bermanfaat untuk memperbaiki atau mengganti sendi yang telah rusak ( arthroplast)

g)      Diet.
·         Melakukan perpaduan antara olahraga dengan diet seimbang , yang dapat membantu penderita penyakit rematik mengatur berat badan agar tetap ideal.
·         Penderita harus menghindari minuman alkohol dan makanan dengan protein ( purin) tinggi seperti jeroan ( hati.ginjal), makanan laut dan kuah daging.
·         Makanan hidup yaitu makanan segar yang belum diolah seperti buah dan sayuran segar , biji-bijiann dalambentuk yang utuh dan alami serta makanan hasil laut atau hewan segar, dapat meberikan pada tubuh semua zat yang diperlukan untuk membangun sendi yang rusak dan memulihkan stamina yang prima.sedangkan  makanan hasil olahan yang tidak segar  membuat orang rentan terkena penyakit.
Pembedahan
            Jika pengobatan lainnya gagal, bisa dilakukan pembedahan. Beberapa sendi (terutama sendi panggul dan lutut) dapat diganti dengan sendi buatan. Tindakan ini biasanya berhasil dan hampir selalu bisa memperbaiki fungsi dan pergerakan sendi, serta mengurangi nyeri. Karena itu jika fungsi sendi menjadi terbatas, dianjurkan untuk  menjalani penggatian sendi. Pada kasus tertentu dapat dilakukan tindakan bedah ortopedik (ortoplastik).          
Komplikasi
Pencegahan OA
  • Menjaga berat badan
  • Olah raga yang tidak banyak menggunakan persendian
  • Aktifitas Olah raga sesuai kebutuhan
  • Menghindari perlukaan pada persendian.
  • Minum suplemen sendi
  • Mengkonsumsi makanan sehat
  • Memilih alas kaki yang tepat dan nyaman
  • Lakukan relaksasi dengan berbagai tehnik
  • Hindari gerakan yang meregangkan sendi jari tangan.
  • Jika ada deformitas pada lutut, misalnya kaki berbentuk O, jangan dibiarkan. hal tersebut akan menyebabkan tekanan yang tidak merata pada semua permukaan tulang.
Prognosis
Umumnya baik, sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi.


DAFTAR  PUSTAKA

Adnan HM. Diagnosis Arthritis Rematoid dan Perbandingannya Artritis-Artritis Lain. Kongres  nasional I, Ikatan Rematologi Indonesia, Semarang tgl. 28,29,30, 1983, hal 43-47
Soeroso J, Isbagio H dkk  2006. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (Editor) Buku Ajar  Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi  IV, Penerbit FKUI,  Jakarta, 1195
Junqueira Carlos Luis, 2004. Histologi Dasar Teks & Atlas Edisi 10, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 148
Robert K Murray, 2009. Buku Ajar Biokimia Harper Edisi 27. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mansjoer Arif, 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III, Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 535-536
Zainal Effendi, 1983.  Pengenalan praktis penyaksician it phy reumatik. The journal of the Indonesia family; 3 (1) :4-9.